Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Pengakuan Ibu Rumah Tangga Hadapi Lonjakan Harga Pangan "Baa Lai, Tapaso Wak Mambali Lado Balang Kiniko,"

Jumat, 08 Maret 2024 | 09:58 WIB Last Updated 2024-03-08T02:58:08Z
Bupati Suhatri Bur Saat Dialog Dengan Warga Yang Beli Sembako


PADANGPARIAMAN---Terjadinya lonjakan harga pangan dan sejumlah kebutuhan pokok jelang memasuki bulan suci Ramadhan, tak ayal membuat para ibu rumah tangga menjadi begitu kelimpungan. Seperti diakui Uni Des, salah seorang ibu rumah tangga  yang juga pengusaha rumah makan di Pakandangan, Kecamatan Enam Lingkung, Padangpariaman. Kepada koran ini Des mengakui, sebagai pengusaha rumah makan pihaknya cukup kewalahan menghadapi lonjakan sejumlah pangan dan kebutuhan pokok sejak beberapa waktu terakhir.

"Contohnyo untuk lado sajo, kapatangko haragonyo sampai 100 ribu. Tapi hariko lah mulai turun jadi Rp.75 ribu. Alun lai harago bareh. tarutamo bareh darek jenis Sokan. Haragonyo kini bahkan lah sampai Rp.17 ribu perkilonyo," imbuhnya.

Demikian pula kenaikan pada harga telur, bawang maupun berbagai jenis sayur mayur lainnya, semua itu tak ayal membuat dirinya harus berfikir lebih keras lagi untuk mengatur pengeluaran untuk keperluan belanja sehari-hari.

Menurutnya, mensiasati hal itu tidak jarang membuat pihaknya harus lebih selektif saat membeli sesuatu. Untuk memenuhi kebutuhan cabai yang akan dimasak misalnya, tidak jarang dia terpaksa harus membeli jenis cabe dengan kualitas rendah dari biasanya. "Kadang itulah, kalau lado super tantu haragonyo maha sampai Rp.75 ribu. Makonyo sebagai jalan kaluanyo ambo bali sajo lado balang, separo masak (red) hatta cabai dengan kualitas menengah lainnya.

Bahkan tidak jarang pula dia terpaksa harus berkeliling dari satu pedagang ke pedagang lainnya, atau antar satu pasar rakyat ke  pasar rakyat lainnya. Tujuannya tak lain, mencari harga yang terbilang manenggang atau terjangkau oleh isi kantongnya.
"Ito baa lai. Memang kondisinyo bana lah bantuak itu kini. Kalau lai dapek harago nan labiah murah tantu itu nan ka awak bali. Makonyo dalam babalanjutu ambo indak biaso mambali ka pelanggan tertentu sajo," terangnya.

Begitu pula halnya untuk jenis bawang. Terutama bawang merah. Untuk yang satu ini pihaknya sebut Des tidak jarang harus membeli bawang dengan kualitas rendah. Atau bawang ampera. "Kadang adotu dijua urang Rp.5 ribu saonggok. Kini itu yang tabali di awaknyo," terangnya.

Hal itu menurutnya tentunya bukan tanpa alasan yang jelas. Sebab, jika membeli cabe atau bawang kualitas super atau baik, jelas harganya sangat tinggi. Sementara, sebagai pedagang nasi, dia tentunya tidak bisa menaikkan harga jual begitu saja. "Iyo baalo awak ka maniakkan harago, samantaro palnggan awak urangnyo alah tantu sajo urangnyo. Tantu barek rasonyo di awak manaiakkan harago," terangnya.

Kekhawatiran lainnya sebut Des, jika dia menaikkan harga secara serampangan, maka bisa saja pelanggan setianya selama ini bakal lari ke tempat lain. Jika itu sampai terjadi, tentu yang akan rugi adalah dia sendiri.

"Apolai salamoko palanggan ambo kabanyakan petani yang biaso karajo di sawah. Paliang Rpo.15  ribu dijua sabungkuih, itulah tinggi namonyo tu. Itupun lah samo jo nasi double ukurannyo," terangnya.

Untuk itulah Des berharap kiranya pihak terkait di lingkungan pemerintah daerah, provinsi hingga pemerintah pusat, diharapkan bisa mencarikan solusi terbaik, guna mengatasi tingginya lonjakan harga-harga pangan yang sering terjadi akhir-akhir ini.  Jika saja kondisi lonjakan harga pangan ini tetap berlanjut dalam jangka waktu lama, tentunya kondisi itu bisa saja mengancam kelangsungan usahanya, sebagai pengusaha rumah makan.

Pihak pemerintah sebutnya hendaknya bisa secepatnya mengendalikan situasi fluktuasi harga yang cenderung tidak terkendali di pasaran. Karena jika situasi itu   berlangsung cukup lama, tentu dampaknya b9isa sangat luas terhadap perekonomian masyarakat. . (ris)



×
Berita Terbaru Update