PADANG PARIAMAN (Reportase Sumbar)---Kehadiran Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal Purn TNI, Moeldoko ke Pesantren Nurul Yaqin Ringan-ringan Pakandangan, Kabupaten Padangpariaman Jumat kemarin terlihat mendapat sambutan luar biasa hangat dari para santri maupun pengasuh pondok pesantren Nurul Yaqin yang hadir saat itu.
Seperti terlihat Jumat kemarin, kehadiran mantan Panglima TNI di Pesantren Nurul Yakin Ringan-Ringan disambut senandung atau syair Ya lal wathan yang disenandungkan para santri di pondok pesantren terbesar di Kabupaten Padangpariaman itu. Moeldoko sendiri dalam sambutannya, tak urung ikut memotivasi dan membakar semangat para santri yang ada di pesantren tersebut, agar tetap optimis dalam menatap masa depan.
"Dalam situasi politik seperti saat ini, siapapun bisa saja menjadi apa dan kapan pun waktunya. Sebagai contoh, saya saja sebagai anak petani yang berasal dari daerah pelosok pedesaan, sama sekali tidak pernah menyangka akan bisa menjadi seorang Jenderal atau sebagai Kepala Staf kepresidenan seperti yang diamanahkan kepada saya saat ini," terangnya dengan nada berapi-api, sembari memotivasi para santri.
Tampil di hadapan ribuan santri, Moeldoko juga menceritakan pengalaman pahit getirnya perjalanan hidupnya sebagai anak seorang petani.
"Saya kebetulan dilahirkan di sebuah kampung kecil sebagai anak petani. Saat masih berusia kecil, orangtua saya bahkan tidak mampu membelikan saya sepatu apalagi untuk membeli sepeda," terangnya mengisahkan.
Tidak kalah pentingnya, layaknya seorang anak yang dilahirkan di kampung, Moeldoko juga mengaku semasa kecilnya dia juga banyak menjalani pendidikan di surau. Pengasuhnya seorang kiai. "Nama Kiainya adalah Kiai Slamet. Beliau yang biasa mengasuh saya di surau waktu saya masih kecil," terangnya.
Berbekal pengalaman itulah, Moeldoko mengaku jiwanya seakan tertempa sedemikian rupa. Apalagi dalam membimbing anak asuhnya gurunya kiai Slamet juga dikenal sangat disiplin dan tegas.
"Kalau kami terlambat bangun untuk shalat subuh misalnya, beliau biasanya sudah datang lebih awal sambil membawa rotan dan menyuruh kami bangun untuk melaksanakan shalat subuh," bebernya.
Belakangan Moeldoko mengakui, berbagai pengalaman yang diperolehnya selama dididik di surau, terbukti sangat berarti dalam menentukan perjalanan karirnya berikutnya.
"Saya bahkan tidak pernah membayangkan sebelumnya bisa menjadi seorang Jenderal atau dipercaya sebagai Kepala Staf Kepresidenan seperti sekarang," imbuhnya, diiringi suara takbir yang dikumandangkan santri yang hadir saat itu.
Dari sekelumit perjalanan hidupnya itu, pesan utama yang ingin dia sampaikan sebut Moeldoko, bahwa pesantren atau surau jelas sangat sangat berperan penting dalam membentuk karakter bangsa.
"Jadi inilah yang mesti betul-betul kita camkan. Apalagi di tengah berbagai situasi dan ancaman yang melingkupi kehidupan bangsa kita saat ini. Intinya, apakah negara kita ke depannya akan menjadi yang terdepan atau sebaliknya, semua tidak terlepas dari peran surau atau pesantren," terangnya mengakhiri.
Moeldoko juga tak lupa mengingatkan para santri agar ikut mewaspadai berbagai ancaman yang dihadapi negara saat ini, khususnya ancaman penyanglahgunaan narkoba dan obat-obat terlarang lainnya, yang belakangan marak diselundupkan pihak yang tidak bertanggungjawab ke Indonesia.
Tidak kalah pentingnya, lembaga pesantren lanjutnya juga sangat sentral artinya dalam mempertahankan keutuhan NKRI untuk ke depannya.
Di pihak lain, ibarat gayung bersambut, Ketua Yayasan Pembangunan Islam El Imrani, Idarussalam Tk Sutan menegaskan komitmen pihaknya untuk menjadi yang terdepan dalam mempertahankan semangat persatuan dan keutuhan NKRI. "Bagi kami di Pesantren Nurul Yakin, NKRI adalah harga mati. Dan kami dari Pesantren Nurul Yaqin siap tampil di depan untuk menjaga dan mempertahankannya," ujar mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemkab Padangpariaman ini, juga juga dengan nada berapi-api. (yurisman malalak)