Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Layanan BPJS Ketenagakerjaan, Inovasi Tiada Henti

Sabtu, 16 Desember 2017 | 17:48 WIB Last Updated 2022-03-31T15:37:34Z

Oleh : Yurisman Malalak


Laksana mentari yang setia memancarkan sinarnya, cahayanya selalu ditunggu dan dinantikan semua orang. Sebab, di tiap  sinar yang dipancarkannya terselip secercah harapan baru, untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Atau, layaknya seperti udara yang selalu hadir di setiap sudut kehidupan, tanpa terbatas ruang dan waktu, kehadirannya senantiasa diharapkan semua orang. Begitulah harapan kita terhadap kiprah yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) saat ini.


Inovasi tiada henti, agaknya begitulah ungkapan yang pas menggambarkan berbagai terobosan dan inovasi yang dilakukan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) saat ini. Buktinya, hingga detik ini BPJS Ketenagakerjaan  terus berupaya meluncurkan sejumlah program yang inovatif, dengan tujuan untuk memberikan pelayanan seluas mungkin kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya para pekerja yang ada di Indonesia. 

Berbagai terobosan itu tentunya tidak terlepas dari upaya BPJS Ketenagakerjaan untuk memperluas kepesertaan, sehingga ke depannya diharapkan seluruh pekerja yang ada di Indonesia bisa terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Sebut misalnya, salah satunya inovasi baru yang diprogramkan BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Gerakan Nasional Perlindungan Tenaga Kerja Rentan atau GN Lingkaran.

Seperti diketahui, diluncurkannya program ini dilatarbelakangi mengingat masih banyaknya pekerja di Indonesia yang belum terjamah layanan BPJS Ketenagakerjaan, terutama para pekerja Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) atau pekerja rentan lainnya.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa para pekerja jenis ini biasanya banyak bergerak di sektor informal. Sebut misalnya mulai dari loper koran, tukang tambal ban, buruh angkut, nelayan hingga awak angkutan ojek, di samping beragam jenis pekerjaan lainnya.

Berbeda dengan mereka yang bekerja di sektor formal misalnya, seperti buruh pabrik, atau pegawai yang bekerja di perusahaan swasta yang telah mendapatkan layanan BPJS Ketenagakerjaan dari perusahaan tempatnya bernaung, mereka tentu tidak perlu harus pusing mengurus jaminan sosialnya. Apakah itu berupa Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua ataupun Jaminan Kematian lainnya.  Namun tentu ceritanya akan berbeda dengan pekerja yang bergerak di sektor informal.

Sebut misalnya, Eri, yang sehari-hari bekerja sebagai loper koran. Sesuai tuntutan kerjanya, hampir tiap subuh dia sudah harus hadir di pangkalannya untuk menjemput koran, dan selanjutnya mengantarkannya kepada pelanggannya masing-masing.  Bisa kita bayangkan, saat sebagian orang masih lelap dengan tidurnya, Eri justru harus rela berselimutkan hawa dingin saat pagi masih buta. Belum lagi, risiko kerja yang setiap saat bisa saja menimpa dirinya. 

Sebut misalnya terserempet kendaraan atau mobil, hingga terjatuh dari kendaraan. Namun begitulah kenyataan yang harus dihadapinya sehari-hari.  Belum lagi, penghasilan yang diperolehnya dari hari ke hari juga bisa dikatakan hanya cukup memenuhi kebutuhan pada hari itu saja.  Tentunya bisa kita bayangkan bagaimana nasibnya jika sewaktu-waktu mengalami kecelakaan fatal, seperti tertabrak mobil dan sebagainya.  Sudah barang tentu, baginya itu adalah pertanda “Kiamat Kecil” bagi kehidupannya. Pasalnya, dalam bekerja dia sama sekali tidak dibekali dengan layanan BPJS ketenagakerjaan.

Tidak jauh berbeda Kuto Suhai, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh angkat di salah satu perusahaan atau tepatnya toko bangunan di Kota Wisata Bukittinggi. Meski usianya terbilang sudah tidak muda lagi, sebab umurnya telah di atas 50 tahun, dia juga tidak dibekali dengan BPJS Ketenagakerjaan. Namun baginya tetap tidak ada pilihan lain. Saat ini hanya itulah satu-satunya pilihan hidup yang bisa dilakoninya untuk menghidupi anak dan isterinya di rumah.

Berbeda dengan Reymon, salah seorang buruh kontrak di di Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padangpariaman. Meski bidang kerjanya tergolong cukup berisiko, karena saban hari harus berkutat dengan mesin pengupas kelapa, namun dia tetap masih bisa bernafas lega. Sebabnya, perusahaan tempatnya bernaung, telah memfasilitasi para pekerjanya dengan fasilitas jaminan sosial ketenagakerjaan. 

Jadi, jika sewaktu-waktu mengalami kecelakaan kerja dia masih bisa mendapatkan santunan sesuai tingkat risiko yang dihadapinya.  “Bekerja di bagian pabrik pengupas kelapa seperti ini, risikonya memang cukup besar, Pasalnya, beberapa diantara rekan atau senior saya, bahkan pernah mengalami kecelakaan yang membuat jarinya sampai putus. Namun untunglah para pekerja di tempat saya bekerja ini telah dilindungi dengan BPJS-Ketenagakerjaan,” terangnya, saat dihubungi Senin lalu.

Meski dibekali jaminan BPJS Ketenagakerjaan, Reymon mengaku tetap dituntut harus lebih berhati-hati saat bekerja. Sebab, silap sedikit saja, akibatnya bisa fatal terhadap keselamatannya. “Makanya, sebelum bekerja kami selalu diarahkan untuk berdoa sesuai ajaran agama dan kepercayaan yang kami anut. Selain itu, setiap minggunya kami juga rutin mengikuti briefing berkala,” terangnya.

Lalu, bagaimana dengan nasib mereka yang bekerja di sektor informal, seperti pekerja tambal ban misalnya, yang penghasilannya bisa dikatakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup untuk hari itu saja.  “Kadang saya sering dibuat miris saat melihat antrian di BPJS Ketenagakerjaan. Karena di sana saya kerap bertemu dengan sejumlah orang tua. Ada yang mengaku bekerja sebagai tukang tambal ban, namun dengan kesadaran sendiri tetap mau ikut mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri,” sebut Junaidi, salah seorang pegawai kontrak di lingkungan pemerintahan di Kota Pariaman. 

Betapa tidak sebutnya, dibandingkan dirinya yang terbilang masih muda dan kuat,   tapi dia masih bisa mendapatkan layanan BPJS Ketenagakerjaan yang difasilitasi instansi tempatnya bekerja. “Tapi bagaimana nasibnya dengan Bapak Tua tukang tambal tersebut? Sudahlah umurnya sudah tua, tapi tetap saja harus terbebani dengan iyuran bulanan untuk bisa mendapatkan layanan BPJS. Seharusnya kan hal ini bisa menjadi perhatian khusus dari pihak pemerintah dan anggota DPR yang ada di Senayan. Harapan kita tentunya, pihak pemerintah bersama DPR seharusnya bisa mencarikan solusi terbaik terhadap mereka, termasuk bagaimana mengalokasikan anggaran khusus untuk bisa membantu pembayaran premi atau iyuran dana sosial mereka,” ujarnya memprihatinkan.

Berkaca dari beberapa fakta di atas, kita tentunya layak berharap banyak pada beragam layanan inovasi yang diprogramkan pihak BPJS-JK akhir-akhir ini. Salah satunya,  dicanangkannya Gerakan Nasional Perlindungan Pekerja Rentan di Indonesia atau GN Lingkaran. Demikian pula program perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Migran atau sejumlah program dan inovasi lainnya, yang bertujuan untuk lebih memperluas tingkat kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Khusus Gerakan Nasional Perlindungan Tenaga Kerja Rentan (GN Lingkaran), melalui program ini diharapkan para pekerja yang terdiri dari Bukan Penerima Upah (BPU), atau pekerja yang tergolong rentan juga bisa mendapatkan layanan perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan.

Seperti diketahui, diluncurkannya Program GN Lingkaran yang mencakup dua program utama, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi kalangan pekerja rentan, berawal dari rasa kepedulian BPJS Ketenagakerjaan agar Perlindungan Jaminan Sosial juga bisa menjangkau seluruh pekerja di Indonesia,  tidak terkecuali bisa menjangkau para pekerja  di sektor  informal atau pekerja BPU.

Seperti diakui Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto, program ini terwujud melalui penggalangan solidaritas dari para pelaku usaha swasta. Baik itu melibatkan perusahaan BUMN/BUMD, maupun dalam bentuk inisiatif yang lahir dari perorangan lainnya.

GN Lingkaran juga merupakan bentuk inovasi sosial yang didalamnya sarat dengan nuansa humanis. Tujuannya, terutama untuk membantu perlindungan pekerja rentan melalui donasi pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dari dana Corporate Social Responsibility  (CSR) dari pihak perusahaan.

Dalam hal ini kita tentu layak mengapresiasi misi luhur yang dicetuskan oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan ini. Sebab, sebagaimana dilansir BPS, jumlah pekerja yang bergerak di bidang informal di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya.   Hal itu setidaknya terlihat dari sekitar 124 juta lebih pekerja yang ada di Indonesia, sekitar  58,28 persen diantaranya bergerak di sektor informal.  Di sisi lain, ditenggarai penyaluran dana tanggung jawab sosial, atau (CSR) yang disalurkan sejumlah perusahaan di tanah air sejauh ini  juga sepenuhnya belum lagi memenuhi sasaran seperti diharapkan.  Seperti ditegaskan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, dikutip dari Antara.com, setidaknya ada sekitar Rp12 triliun dana CSR setiap tahunnya yang disalurkan perusahaan di Indonesia, belum lagi tepat sasaran. Jumlah itu baru berdasarkan dana CSR sekitar 700-an perusahaan yang ada di Indonesia.

Agaknya ke depan, beberapa peluang inilah yang mesti lebih dimaksimalkan lagi oleh pihak BPJS TK ke depannya, di samping peluang lainnya.  Hanya saja agar lebih maksimalnya program ini, tentu juga perlu didukung kehadiran regulasi yang jelas dari pihak Pemerintah selaku  pemangku kepentingan.

Dan jika hal itu bisa terwujud dengan baik, tentunya tidak mustahil apa yang dicita-citakan pihak BPJS TK untuk bisa memberikan program yang bernuansa humanis kepada para pekerja rentan di Indonesia  akan  mendapatkan sambutan lebih luas lagi dari perusahaan- perusahaan yang ada di tanah air.

Seperti diketahui, kehadiran Program Sistem Jaminan Sosial dilatarbelakangi beberapa pertimbangan mendasar. Diantarnya, setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk  memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak serta meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Dalam kaitan ini, program dan keberadaan BPJS-Ketenagakerjaan jelas memiliki misi dan tujuan yang luhur dan mulia sehingga sudah sepantasnya pula didukung oleh semua elemen bangsa ini.

Seperti tertuang dalam Pasal 2, Bab II, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari pemaknaan tersebut BPJS Ketenagakerjaan melalui berbagai program yang dikembangkannya saat ini jelas layak menjadi menjadi harapan baru bagi pekerja di Indonesia. Oleh karena itu, berbagai terobosan dan inovasi layanan yang dilakukan BPJS TK selama ini juga mesti lebih dikembangkan lagi pada masa mendatang.

Salah satunya mungkin bisa dilakukan dengan lebih memperluas jejaring kerjasama dengan berbagai elemen yang ada. Baik itu melibatkan kerjasama dengan korporasi atau pihak perorangan lainnya. Baik itu dengan menjadikan mereka sebagai donor ataupun donatur tetap.

Selain itu, pihak pemerintah juga perlu terus mensupport setiap langkah atau terobosan positif yang dilakukan pihak BPJS TK. Termasuk diantaranya meningkatkan penganggaran setiap tahunnya untuk menunjang  lebih luasnya jangakauan layanan jaminan sosial bagi para pekerja di Negara ini.

Karena bagaimanapun, kehadiran Negara dalam hal ini jelas sangat dibutuhkan, sehingga  seluruh masyarakat Indonesia diharapkan bisa lebih merasakan kehadiran Negara saat mereka mengalami masalah yang berkaitan dengan bidang kerja yang mereka tekuni.

Sebagaimana tertuang dalam amanat UUD 1945 Pasal 28 H, seperti tertuang dalam Ayat 1 Pasal 28 H UUD 1945 yang menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Begitu pula dalam Ayat 2 juga disebutkan, bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Selanjutnya, dalam Ayat 3, secara spesifik bahkan ditegaskan, bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Dalam kaitan ini, secara eksplisit dapat kita simpulkan, bahwa dalam tiga ayat yang terdapat dalam Pasal 28 H di atas, jelas menegaskan perlunya kehadiran Negara guna mewujudkan perlakuan dan manfaat yang sama terhadap setiap warga negara.

Demikian pula untuk bisa mewujudkan kesejahteraan masyarakat, termasuk perlunya kehadiran Negara untuk bisa memberikan jaminan sosial kepada setiap warga negara, sehingga memungkinkan mereka untuk bisa mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

 Demikian pula dalam dasar pertimbangan UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial juga dengan tegas disebutkan, bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan  dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Dengan alasan itulah  negara akhirnya mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hanya saja jika kita berkaca pada realitas yang ada hari ini, faktanya justeru masih sangat kontras dari harapan.  Hal itu setidaknya jika kita menilik pada Ayat 1,2 dan 3, Pasal I Ketentuan Umum UU Nomor 40 Tahun 2004 sebagaimana tersebut di atas.

Pasalnya, dalam Ayat 1 Pasal I Tentang Ketentuan Umum UU Nomor 40 Tahun 2004 dijelaskan dengan tegas, bahwa jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Berikutnya, dalam Ayat 2 ditegaskan pula, bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program  jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. Kemudian, dalam Ayat 3 disebutkan, bahwa asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iyuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

 Artinya, jika berpijak pada ketentuan tiga ayat di atas, tentu bisa ditarik benang merahnya, bahwa sistem Jaminan Sosial yang diterapkan Indonesia saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan harapan yang diidamkan semua pihak.

Buktinya, Sistem Jaminan Sosial sebagaimana tertuang dalam Ayat 3 Tentang Ketentuan Umum UU Nomor 40 Tahun 2004, justeru baru bisa hadir dalam wujud asuransi sosial. Dimana dalam praktiknya masih dominan bertumpu pada sistem pengumpulan dana yang bersifat wajib dari iyuran para anggotanya.

Dalam hal ini kita tentu layak mempertanyakan, bukankah ketentuan Ayat 3 justeru bertolak belakang dengan pembukaan UUD 1945? Pasalnya, dalam Pembukaan UUD 1945 sendiri dengan jelas telah ditegaskan, bahwa tujuan pendirian negara dan pembentukan pemerintahan Indonesia tak lain adalah untuk bisa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Agaknya ke depan, inilah yang mesti dijawab oleh pihak Pemerintah bersama anggota DPR sebagai refresentatif perwakilan seluruh rakyat Indonesia. Artinya, sesuai amanah Pemukaan UUD 1945 maupun Pasal 28 H UUD 1945 kita tentu layak berharap, agar ke depan cakupan dan implementasi sistem jaminan sosial bagi para pekerja di Indonesia hendaknya bisa lebih diperluas lagi.

Artinya, Sistem Jaminan Sosial di Indonesia idealnya tidak hanya hadir dalam wujud asuransi sosial yang sarat dengan pembebanan iyuran wajib atau pun berupa kewajiban  lainnya, namun juga diharapkan bisa hadir dalam bentuk kemanfaatan lebih bagi para seluruh rakyat, khususnya para pekerja yang ada di Indonesia.

Untuk itu ke depannya tentu diharapkan adanya layanan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan gratis yang disediakan negara, khususnya bagi kalangan pekerja yang berasal dari kalangan ekonomi lemah, atau pekerja rentan.

Mungkin ke depan inilah salah satu tantangan dan PR yang mesti dijawab pihak pemerintah, termasuk bagaimana lebih mempertegas lagi peran dan keberadaan lembaga jaminan sosial, seperti halnya BPJS Ketenagakerjaan, sehingga keberadaannya bisa lebih luas lagi dalam memberikan perlindungan jaminan sosial kepada pekerja di Indonesia.

 Inovasi Untuk Perluas Kepesertaan

Seperti diketahui, sejauh ini masih cukup banyak problem mendasar yang dihadapi oleh para pekerja kita. Bentuk ancaman itu bahkan tidak hanya terbatas dalam lingkup lingkungan kerja saja, namun ada juga ancaman lain yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

Sebagai contoh misalnya, adanya ancaman alam, berupa musibah atau bencana alam yang sewaktu-waktu bisa mengubah haluan nasib mereka. Demikian pula ancaman lainnya, seperti gangguan kamtibmas, kriminalitas dan lain sebagainya.

Demikian pula sejumlah tantangan lainnya. Seperti masih tingginya tingkat pemutusan hubungan kerja atau PHK, masih rendahnya penghasilan atau upah pekerja di Indonesia.

Di pihak lain, kondisi ini tentunya saling berjalin berkulindan dengan kinerja dan pencapaian BPJS Ketenagakerjaan. Sebut saja misalnya, jika pekerja banyak di PHK oleh pihak perusahaan, maka sudah tentu pula akan berdampak terhadap penurunan jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, sebagaimana  yang sering terjadi selama ini.

Dengan alasan itulah kita tentu layak berharap, agar pihak pemerintah dalam hal ini bisa lebih memperkuat lagi bargaining position BPJS Ketenagakerjaan,  sebagai wadah pelindungan sosial bagi para pekerja di Tanah Air.

Namun demikian, terlepas dari berbagai problematika di atas, jika kita dicermati lebih jauh, berbagai program dan inovasi yang diprogramkan pihak BPJS Ketenagakerjaan sejauh ini ternyata cukup mendapat sambutan luas dari  berbagai elemen masyarakat di Indonesia.

Hal itu setidaknya terlihat dari peningkatan jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan setiap tahunnya. Berdasarkan data terakhir yang dilansir BPJS Ketenagakerjaan,  saat ini jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan bahkan telah mencapai 25 juta pekerja.

Selain itu sesuai perkembangan yang ada, tingkat kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan juga terbilang semakin beragam.

Salah satunya seperti terlihat di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Kota Pariaman. Berdasarkan data yang dihimpun melalui Pejabat Pengganti Sementara Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Kota Pariaman, Faisal Marianas diketahui, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di wilayah kerja Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Pariaman, tidak hanya didominasi menengah saja, namun juga telah merambah kalangan usaha kecil atau mikro.

“Secara keseluruhan jumlah perusahaan, termasuk usaha kecil dan mikro yang terdaftar sebagai peserta di BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Cabang Pariaman ini berjumlah 700 perusahan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 80 persen diantaranya berasal dari kalangan usaha kecil atau mikro. Selebihnya baru perusahaan sedang atau menengah,” terang Faisal.

Faisal juga menambahkan, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang terdaftar di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Kota Pariaman bahkan ada yang berasal dari pengusaha galon atau air isi ulang,  pengusaha swalayan, pemilik toko harian hingga mereka yang bergerak dalam bidang usaha makanan ringan khas Pariaman. Seperti pengusaha pengusaha Kerupuk Ladu Arai Pinang yang dikenal sebagai makanan khas tradisional Pariaman itu.

Demikian pula kalangan pengrajin lainnya, seperti pekerja kerajinan tikar yang terbuat dari bahan baku limbah kelapa. “Sesuai kewenangan kami dari Kantor Cabang Pariaman ini, di samping fokus memberikan pelayanan terhadap kepesertaan, juga tidak lepas dari fungsi perluasan kepesertaan. Makanya kami dari Kantor Cabang Pariaman juga terus berupaya memperluas kepesertaan, termasuk diantaranya bagaimana menjaring peserta lebih banyak lagi, termasuk pekerja dari kalangan Bukan Penerima Upah (BPU), dengan iyurannya berasal dari CSR sejumlah perusahaan,” terangnya.

Penasaran dengan penjelasan Faisal Marianas, penulis pun mencoba menelusuri lebih jauh fakta yang ada di lapangan. Berbekal data dari Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Pariaman, penulis langsung menghubungi Sulaiman Tanjung, yang merupakan Ketua Kelompok Pengrajin Tikar Ruyung yang memproduksi tikar dari bahan limbah kelapa. Tepatnya di Desa Sungai Pasak, Kecamatan Pariaman Timur, Kota Pariaman. “Memang benar, meski hanya berlaku beberapa bulan saja, namun saya bersama dua orang anggota kelompok pengrajin Tikar Ruyung ini merasa sangat beruntung karena bisa terdaftar sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan secara gratis,” terangnya.

Hal itu menurut lelaki paruh baya ini, tentunya bukannya tanpa alasan yang jelas. “Karena dengan terdaftar sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan, kita tentunya bisa mendapatkan perlindungan kerja. Terutama bisa mendapat jaminan perlindungan jika sewaktu-waktu mengalami kecelakaan kerja. Dan ini tentunya jelas sangat erat kaitannya dengan keselamatan kita juga,” terangnya.

Dengan alasan itulah menurut Sulaiman Tanjung, sebagai wujud terima kasihnya kepada pihak BPJS Ketenagakerjaan, kini dia pun berusaha mendorong dan menganjurkan anggota kelompoknya agar mau mendaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri.

Bahkan, belakangan Sulaiman Tanjung juga aktif mengkampanyekan pentingnya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada warga yang ada di sekitar lingkungannya di Desa Sungai Pasak.

“Karena dengan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, tentunya kita bisa mendapatkan jaminan tertentu saat mengalami kecelakaan kerja. Begitu pula jika meniggal dunia, ahli waris yang ditinggalkan juga berhak menerima santunan. Jadi kan sangat besar manfaat BPJS Ketenagakerjaan ini sebetulnya,” imbuhnya.

Sulaiman Tanjung menyebutkan, anggota Kelompok Pengrajin Tikar Ruyung umumnya berasal dari kalangan ekonomi lemah, yang sehari-harinya hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya untuk hari itu saja. “Dengan dasar itulah, pada tahun 2014 lalu saya berinisiatif mendirikan Kelompok Pengrajin Tikar Ruyung ini, dengan harapan nantinya anggota yang tergabung di dalamnya bisa mendapatkan penghasilan tambahan sebagai penambah penghasilan harian mereka,” tuturnya.

Di pihak lain, sebagaimana diakui Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto, hingga saat ini tercatat sekitar 500 ribu pekerja rentan di seluruh Indonesia sudah terlindungi layanan BPJS TK. Para pekerja yang menerima bantuan perlindungan tenaga kerja ini umumnya pekerja yang sehari harinya hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya pada hari itu saja. Diharapkan dengan diberikannya jaminan sosial dimaksud, mereka bisa tumbuh menjadi mandiri  dan tangguh pada masa mendatang.

Dengan adanya perlindungan jaminan sosial ini, mereka juga diharapkan bisa bekerja lebih tenang sehingga diharapkan mereka mampu mewujudkan cita cita kesejahteraan hidupnya. Seperti diketahui, BPJS Ketenagakerjaan saat ini terus memperluas kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Hal itu setidaknya terlihat dari adanya enam fokus utama yang terus  dikembangkan pihak BPJS Ketenagakerjaan. Diantaranya, akuisisi berdasarkan peta jalan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang difokuskan pada kepesertaan pekerja Penerima Upah (PPU), memaksimalkan internal membership equity melalui layanan pengaduan upah pada BPJSTK Mobile serta  Ekspansi masif akuisisi ke sektor pekerja Bukan Penerima Upah (BPU). 

Langkah BPJS Ketenagakerjaan untuk bisa menjangkau pekerja rentan yang banyak bergerak di sektor informal jelas merupakan solusi bijak, terutama untuk bisa mengatasi berbagai problem dihadapi para pekerja di tanah air akhir-akhir ini.

Hanya saja untuk lebih maksimalnya program perluas kepesertaan ini, tentunya pihak BPJS Ketenagakerjaan ke depannya perlu menggandeng lebih banyak lagi keterlibatan berbagai elemen yang ada, sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Demikian pula halnya terobosan penting lainnya, seperti menyiapkan program layanan yang berdasarkan pada klasifikasi tertentu.

Sebagai contoh pihak BPJS Ketenagakerjaan misalnya bisa saja menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Bencana, terkait program penanganan musibah yang menimpa kalangan pekerja. Begitu pula halnya pentingnya menggandeng sejumlah lembaga, organisasi sosial, organisasi masyarakat, organisasi  politik hingga lembaga atau organisasi keagamaan lainnya.

Begitu pula halnya menjaring keterlibatan atau kerjasama dengan para politisi atau para senator yang ada di Tanah Air. Kita tentu optimis, jika hal itu bisa diwujudkan, tentunya kiprah dan kontribusi yang para wakil rakyat yang duduk di legislatif akan semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat atau pekerja di tanah air.

Karena bukankah cukup banyak peluang kegiatan dewan yang bisa disinergikan dengan peningkatan kesejahteraan atau perlindungan nasib pekerja? Baik itu melalui program Reses atau melalui kegiatan lainnya. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan nantinya sebagian dana Reses anggota Dewan bisa pula disalurkan untuk menyantuni para pekerja, melalui program jaminan sosial yang diprogramkan BPJS Ketenagakerjaan.

Demikian pula halnya kerjasama dengan lembaga keagamaan lainnya, seperti menjalin kerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), lembaga Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Himpunan Persudaraan Haji ataupun lembaga keagamaan lainnya.

Dalam hal ini kita mungkin bisa mengacu pada sampel tertentu, khususnya terkait besarnya potensi dana zakat yang ada di Indonesia, yang ditenggarai mencapai lebih dari Rp200 triliun. Ini tentunya sebuah potensi yang amat luar biasa, jika bisa dimaksimalkan untuk keperluan santunan bagi para pekerja yang beragama Islam. Demikian pula dana Abadi Umat, yang jumlahnya juga terbilang sangat fantastis, yang jumlahnya ditaksir bisa mencapai Rp100 triliun.

Namun untuk bisa menjangkau itu semua, tentunya dibutuhkan adanya regulasi yang jelas dari pemerintah sehingga secara tegas diharapkan ada acuan atau aturan mainnya. Begitu pula halnya perlunya kehadiran Fatwa MUI yang berkaitan dengan hal tersebut.

Juga tidak tertutup kemungkinan ke jika depannya BPJS Ketenagakerjaan juga bisa mengembangkan program layanan Jaminan Sosial Syariah, hasil kerjasama dengan MUI atau Ormas Islam lainnya.

Kita tentu sangat optimis jika program di atas bisa dimaksimalkan sedemikian rupa, tentunya tidak tertutup kemungkinan nantinya  BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya sebatas memberikan layanan jaminan sosial berupa asuransi sosial saja, namun juga diharapkan bisa lebih dari itu, termasuk nantinya bisa memberikan kontribusi nyata dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para pekerja. Begitu pula layanan jaminan sosial bersifat gratis lainnya.

 

Untuk lebih memperluas kepesertaan, BPJS Ketenagakerjaan juga mesti lebih pro aktif lagi melakukan program jeput bola. Termasuk diantaranya menjaring para pencari kerja baru yang cenderung selalu meningkat setiap tahunnya.

Program ini bisa saja dilakukan melalui perjanjian kerjasama dengan pihak Kementrian Tenaga Kerja. Dimana melalui program ini nantinya para calon pencari kerja bisa mendapatkan pembekalan atau program edukasi yang berkaitan dengan program BPJS Ketenagakerjaan.

Begitu pula kerjasama dengan kalangan akademisi. Termasuk perlunya membentuk lembaga riset guna mencarikan berbagai solusi  terkait peluang, tantangan hambatan atau kendala yang dihadapi oleh program BPJS Ketenagakerjaan selama ini.

Demikian pula guna lebih mensosialisasikan program BPJS TK kepada masyarakat atau pekerja juga bisa dilakukan dengan pembentukan duta-duta BPJS TK, atau bisa juga dengan merangkul para tamatan perguruan tinggi  sebagai tenaga pendamping,

Agaknya, kinilah saatnya semua pihak bergandengan tangan menunjukkan sikap kepeduliannya terhadap sesama. Mumpung masih ada kesempatan dan peluang untuk melakukan yang terbaik guna membantu meringankan beban orang lain.

Tentunya kita berharap, menapak usia ke 40 tahun ini, kehadiran BPJS Ketenagakerjaan diharapkan akan semakin mapan dalam memperkuat perannya sebagai bagian penting pelindung pekerja di Tanah Air. Karena bisa diibaratkan usia 40 tahun merupakan usia yang terbilang mapan dalam segala hal. Inilah ke depannya tantangan besar yang mesti bisa dijawab pihak BPJS Ketenagakerjaan. Semoga.

Selamat Ulang Tahun ke-40 BPJS Ketenagakerjaan, teruslah berinovasi. Masyarakat selalu menunggu bakti baikmu.  (****)














×
Berita Terbaru Update