Fraksi Gerindra mengajukan hak interpelasi kepada Ketua DPRD Padangpariaman. |
PARIAMAN---Sebanyak 26 orang Anggota DPRD Padangpariaman yang berasal dari 7 Fraksi mengajukan hak interpelasi. Ada beberapa persoalan yang perlu dijelaskan oleh Bupati Padangpariaman.
Tujuh fraksi yang mengajukan hak interpelasi itu adalah Gerindra, PKS, PPP, PKB, Nasdem, Golkar dan Demokrat. Dasarnya itu adalah ada kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Bupati Padang Pariaman tanpa ada persetujuan dari DPRD.
Inisiator Hak Interpelasi, Hamardian dari Fraksi Gerindra didampingi Heppy Naldy mengatakan, ada sejumlah persoalan, yang pertama itu adalah tentang permasalahan APBD tahun 2020, dimana pada paripurna DPRD Padangpariaman pada tangga 26 November 2019 telah ditetapkan APBD tidak ada lagi defisit.
"Namun saat pengajuan ditolak oleh Gubernur, biasanya kalau tidak ada defisit maka pengajuan itu akan diterima, jadi ini menjadi tanda tanya bagi kami," ujarnya, Senin (20/1) di ruang rapat DPRD Padangpariaman.
Kedua, kata Hamardani, tentang pengerjaan Tarok City yang dilakukan oleh Pemerintahaan kabupaten Padangpariaman, hingga saat ini. Jangankan membahas masalah Tarok City, membahas penamaan saja tidak pernah ada di DPRD Padangpariaman.
"Sampai saat ini kami di DPRD tidak pernah menerima satu surat pun tentang Tatok City ini, baik itu perizinan dan sabagainya. Baik itu aturan mainnya, bagaimana perizinannya, itu tidak pernah kita terima. Kita di DPRD tidak pernah menamakan itu Tarok City, karena untuk menetapkan nama itu harus ada perdanya, serta ada RTRW nya kawasan itu. Dan APBD Padangpariaman dipakai untuk membuat jalan ke Tarok City, jadi apa yang menjadi dasarnya," katanya.
Selanjutnya, tentang perencanaan pembangunan pelabuhan di Tiram, perencanaan awalnya itu pada tahun 2013. Bahkan untuk materialnya sudah ada di lokasi itu, namun saat ini meterial itu diangkat lagi. Tentu menjadi tanda tanya bagi pihak DPRD dan masyarakat.
"Padahal pembangunan itu sudah ada amdal dan segala macamnya, juga sudah ada tiang-tiang besi untuk pembangunan pelabuhan tersebut. Namun diangkut lagi, ini ada apa, masyarakat mempertanyakan hal itu," kata dia.
Selain itu, DPRD Padangpariaman juga mempertanyakan tentang ketidak hadiran Bupati Padanglariaman saat sidang paripurna di DPRD, tentu ini akan menghambat jika ada persoalan-persoalan yang harus dijelaskan langsung oleh bupati, sementara beliau jarang hadir saat sidang.
Begitu juga dengan permasalahan pembangunan jalan tol di Padangpariaman, dimana proyek nasional itu tidak penah diberitahukan ke DPRD, sehingga saat ini proyek tersebut terhambat karena harga tanah yang tidak sesuai menurut masyarakat.
"Jika proyek nasional ini terkendala pelaksanaanya tentu yang akan jelek nama Padangpariaman juga ditingkat nasional, karena proyek nasionalnya tidak bisa terlaksana," ujarnya.
Interpelasi selanjutnya yaitu tentang pembangunan Mesjid Raya Padangpariaman yang semula ABPB Padangpariaman hanya diperuntukan untuk peletakan batu pertama, dan pembangunannya akan ada dana dari luar atau bantuan dari pihak lain, tapi kini justru membebani APBD Padangpariaman.
"Bukanya kami tidak setuju Pemkab Padangpariaman membangun masjid, tetapi yang menjadi pertanyaan kami itu tentang pengunaan APBD itu tidak sesuai dengan perencanaan awal," ujarnya.
Ia sangat menyayangkan APBD Padangpariaman banyak ditersedot dengan proyek-proyek besar yang dilakukan oleh Bupati Padangpariaman. Padahal jika dilihat di nagari-nagari di Padangpariaman masih banyak fasilitas yang harus dibenahi dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Padangpariaman.
Sementara itu, Fraksi Golkar Syahrul Dt. Lung mengatakan, upaya pengajuan hak interpelasi oleh DPRD Padang Pariaman adalah langkah yang sangat tepat dilakukan oleh DPRD Padang Pariaman. Karena jelas tentang APBD 2020 yang telah disepakati oleh TAPD dan DPRD Padangpariaman tidak itu yang diajukan oleh eksekutif ke Gubernur Sumbar.
"Jadi kami berharap kembalikan pada tupoksinya masing-masing, ABPD itu jelah ada tahapan-tahapan yang sudah dilalui, mulai dari pembahasan, padangan fraksi-fraksi hingga ditetapkan dan diajukan ke gubernur, untuk kembalikan lagi seperti semula," ujarnya.
Ia menyampaikan, jika itu tidak dilakukan, berarti Bupati Padangpariaman mengangkangi perundang-undangan yang berlaku. Karena APBD itu adalah kesepakatan antara eksekutif dengan legislatif. Namun kenyataanya yang diajukan oleh bupati itu bukan APBD yang ditetapkan melalui sidang paripurna DPRD itu. "Jika tidak dilaksanakan maka jatuhnya ke Pidana," tutupnya. (z)